Minggu, 09 Desember 2018

Skripsi Vs Cinta Part. 1

Variabel X dan Y hal yang saling berkaitan namun tidak punya persamaan, tetapi kenapa setiap peneliti tertarik untuk menguji keterkaitannya baik berupa hubungan maupun pengaruh secara signifikan maupun tidak signifikan, keberhasilan penelitian tidak mesti diukur berdasarkan signifikan atau tidak tetapi bisa jadi dilihat dari seberapa maksimal proses yang dilakukan. seperti halnya sebuah cerita cinta satu pasangan, mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka mencoba untuk saling mencocokkan satu sama lain di mulai dari kesukaan, hobi, aktivitas, dan lain sebagainya. Terkadang dalam proses ini disebut masa-masa keindahan karena saling mengadaptasi perilaku dan karakter, mencari latar belakang pasangan,bahkan menceritakan fenomena kenapa mereka bisa bertemu sedekat itu. berbagai hal yang dilalui hingga pasangan ini menemukan jawaban sementara atas pencarian ke pasangannya, mereka merumuskan tujuan hubungannya mau dibawah kemana, apa aja yang akan dilakukan, mereka akan melihat apa manfaat hubungan mereka. sesekali mereka membandingkan masa lalunya, yaitu orang yang pernah singgah dalam hatinya biasa juga disebut mantan.

Minggu, 08 Juli 2018

Essay PCTA Fakultas Psikologi Untag Samarinda

Mengenali Potensi Diri Lewat Bimbingan Pribadi Sebagai Langkah Awal Pencegahan Penggunaan Napza Pada Anak Remaja
Oleh
Fahris Setianto & Asman Mansur

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya merupakan singkatan dari NAPZA yaitu zat kimia yang apabila masuk kedalam tubuh manusia dengan berbagai cara seperti dihisap, dihirup, diminum atau disuntikkan dapat berpengaruh pada pikiran, emosi, dan tindakan (Lumbantobing, 2007). Seiring dengan kemajuan tekhnologi dan semakin bervariasinya tuntutan hidup dalam masyarakat, tindak pidana narkotika kini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja tetapi juga dilakukan oleh para remaja sampai anak-anak (Dariyo, 2004:30).  Dampak dari penyalahgunaan NAPZA sendiri tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahgunanya saja, namun juga masa depan bangsa dan negara.
Dikatakan bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda penyalahgunaan narkoba yang sangat serius. Penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja kian terus berkembang di masyarakat. Pasalnya, usia remaja merupakan masa dimana anak-anak memiliki karakteristik sifat yang dinamis, energik, selalu ingin tahu dan ingin mencoba. Mereka juga mudah tergoda dan mudah putus asa sehingga sangat rentan jatuh pada masalah penyalahgunaan NAPZA. Hal ini merupakan  suatu masalah yang kompleks karena sangat erat pula kaitannya pada faktor sosial dan medis bagi penggunanya. Kalangan pelajar yang berada pada kelompok usia remaja memiliki emosi yang masih labil sehingga sangat rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Hal tersebut bisa dikarenakan beberapa hal antara lain rasa ingin tahu yang sangat besar, ikut-ikutan teman, rasa solidaritas grup yang kuat sampai dengan faktor keluarga yang kurang perhatian. Anak remaja biasanya memiliki keinginan untuk mencari tahu sesuatu yang tidak diketahuinya (Simangunsong, 2015). Namun sayangnya, rasa keingin tahuan tersebut lebih sering mengarah pada hal yang negatif.
Masa remaja merupakan transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, seseorang tidak mau dianggap sebagai anak-anak oleh lingkungan sekitar. Namun, jika dilihat secara fisik, psikologi, serta mental belum Nampak tanda-tanda kedewasaan yang sesungguhnya (Razak dan Sayuti, 2006). Menurut Wilis (2008), masa ini rentan terhadap adanya kenakalan remaja yang bertentangan dengan hukum, nilai maupun norma yang ada di masyarakat sehingga dapat merugikan dirinya sendiri serta orang lain. Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah pengunaan NAPZA.
Wilis (2008) menjelaskan bahwa pelajar yang sering bergaul di luar rumah tanpa mental yang kuat akan mudah untuk menyalahgunakan NAPZA karena teman-teman penyalahguna lain maupun pengedar yang sangat mahir untuk membujuknya. Pelajar yang telah mengalami ketergantungan terhadap NAPZA akan bergantung oleh zat yang dimiliki pengedar sehingga dapat pula pelajar tersebut juga membantu mengedarkan.
Menurut UNDCP ( United Nation Drugs Control Program ) lebih dari 200 juta penduduk dunia usia 15 sampai 64 tahun telah menyalahgunakan narkoba dan telah terjadi peningkatan penyalahgunaan narkoba dari akhir tahun 1990-an hingga tahun 2003 dan 2004. Pada akhir tahun 1990-an terdapat 144,1 juta penduduk dunia usia 15 sampai 64 tahun yang menyalahgunakan narkoba, pada tahun 2001 dan 2002 meningkat menjadi 146,2 juta dan pada tahun 2003 dan 2004 mencapai 160,1 juta penduduk dunia.
Berdasarkan temuan Tim Kelompok Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, Departemen Pendidikan Nasional. Dari jumlah pengguna, sebanyak 70 persen merupakan warga usia 14 sampai 20 tahun yang merupakan anak usia sekolah (www.kompas.com: 2 februari 2009). “Angka itu menunjukan persentase pengguna narkoba di kalangan usia sekolah mencapai empat persen dari seluruh pelajar di Indonesia,” kata Muchlis Catio, kepala sub Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Adapun hasil pantauan Badan Narkotika Nasional kerjasama LPM UI Jakarta tahun 2004 menunjukan korban penyalahgunaan di Indonesia sebanyak 3.2 juta jiwa. Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi jumlah pelajar yang menggunakan narkoba di Indonesia tahun 2006 mencapai 15.662 anak, yaitu tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak dan SMA sebanyak 10.326 anak (Hikmat, 2007)
Angka penyalahguna narkoba di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 3,8 juta sampai 4,1 juta orang pada kelompok usia10-59 tahun. Di tahun 2014 diperkirakan jumlah penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi 5 juta orang pada tahun 2020. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki peringkat teratas dalam peredaran narkotika (BNN, 2015).
Sebagian besar penyalahgunaan NAPZA disebabkan oleh kondisi sosial psikologi yang membutuhkan pengakuan identitas terhadap dirinya. Masa remaja awal (14-16 tahun) dan remaja tengah (17-18 tahun) umumnya belum menemukan jati dirinya, sedangkan masa remaja akhir (>18 tahun). Mereka merasa sudah cukup dewasa dan mampu untuk mandiri namun di sisi lain belum mampu mempertanggung jawabkan tindakannya (Siregar,2004).
Untuk menghindari hal tersebut. Para anak-anak yang sedang memasuki usia remaja harus dengan cepat diarahkan untuk mengenal tentang dirinya sendiri lebih jauh serta potensi apa yang mereka miliki di dalam dirinya. Upaya orang tua, guru di sekolah, menjadi peranan yang sangat penting dalam pencapaian remaja mencari jati diri mereka lewat potensi yang mereka miliki sehingga mereka mampu menerima dirinya sendiri serta lingkungannya secara positif dan dinamis, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab di setiap tindakannya, mengembangkan serta mewujudkan diri secara efektif dan produktif, sesuai dengan peranan yang diinginkan di masa depan (Tohirin, 2007:26). Masalah utama yang akan dihadapi yaitu, remaja cenderung memiliki sikap kurang percaya diri dan penuh keragu-raguan dalam memilih karier di masa depan, pesimis menjalani kehidupan di masa depan dan tidak yakin dengan apa yang akan diperoleh di masa yang akan datang. Sehingga ketika mengembangkan diri, bukan didasarkan atas minat pribadi melainkan ikut-ikutan teman sebayanya,sehingga mereka tidak berhasil dalam proses  belajar, baik  sosial maupun akademik (Budiyono, 2005).
Agar tidak terjadinya penyimpangan tingkah laku terhadap remaja, khususnya di sekolah. Maka perlu  adanya kurikulum yang memasukkan materi tentang tuntutan masyarakat secara global,dan  mendorong terwujudnya cita-cita siswa sendiri sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Bimbingan pribadi-sosial dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu para remaja memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial dalam diri remaja. Yang tergolong dalam masalah pribadi-sosial adalah masalah hubungan dengan sesame teman, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik (Syamsu Yusuf, A. Juntika, 2010:11). Bimbingan pribadi-sosial dapat menjadi langkah awal mengembangkan sikap, jiwa dan tingkah laku pribadi dalam kehidupan kemasyarakatan dari lingkungan yang besar (Negara dan masyarakat dunia) yang bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa tidak hanya dari segi kognitif, melainkan dari segi kehidupan (Bimo Walgito,1986:49).
Tidak hanya terbatas pada lingkup sekolah. Orang tua dirumah pun juga harus turut adil mengenai masalah ini. Mereka dituntut untuk menangani anak-anaknya dalam menyiapkan pondasi masa depan mereka agar tidak terjerumus pada hal-hal negatif. Besar pengaruhnya, pengembangandiri pada anak dimulai dari keluarga dengan cara memperhatikan, mengawasi, serta meyalurkan bakat dan minat anak kearah yang positif, serta memberikan kepercayaan pada anak dalam batas-batas toleransi. Membangun komunikasi positif terhadap anak, mampu menjadi tempat menerima dan menumpahkan persoalan yang dihadapi anak mereka. Arahkan mereka selalu pada pilihan yang sehat dan positif. Seperti berolahraga, membuat kerajinan tangan, mengerjakan hobi dan bentuk kreasi lainnya. Semakin sering kegiatan positif yang dilakukan oleh remaja di kesehariannya, maka kecenderungan dalalm melakukan tindakan negatif akan semakin berkurang.
Hery (2007) menjelaskan bahwa minimal ada empat kategori potensi yang terdapat dalam diri manusia sejak lahir yaitu, potensi otak, emosi, fsik, dan spiritual. Semua potensi ini dapat dikembangkan pada tingkat yang tidak terbatas. Pada kasus yang terjadi sekarang, para remaja dituntut untuk mengasah potensi berpikir mereka. Kenali sesuatu yang baik dan buruk yang ada di dalam diri mereka, belajar informasi-informasi baru untuk memperdalam apa yang sudah mereka miliki sehingga bisa semakin dikembangkan, serta menghasilkan pemikiran baru yang inovatif dan kreatif. Potensi emosi kiranya juga penting untuk dimiliki oleh remaja. Dewasa kini, banyak sekali kita lihat ketidakpedulian remaja terhadap lingkungan di sekitarnya. Bahkan tidak jarang diantara para remaja yang ada di sekolah merusak fasilitas yang ada. Potensi emosi yang dikembangkan akan membuat para remaja menjadi lebih aware terhadap sekitarnya. Adapun dari segi fisik yang dapat kita lihat, adakalanya para remaja memiliki potensi yang luar biasa untuk membuat gerakan fisik yang efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh. Akan sangat disayangkan apabilan hal tersebut tidak segera disadari oleh orang tua dan guru dan tidak difasilitasi dengan layak. Kemudian yang terakhir ada potensi sosial dalam diri remaja yang dimana mereka memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan mempengaruhi teman orang lain, khususnya teman sebayanya.
Hal ini lah yang nantinya akan menjadi tolak ukur akan mengarah kemana tindakan para remaja nantinya. Dari poin-poin diatas, penting kiranya untuk membantu para remaja mengenali potensi mereka sejak dini. Sebagai generasi muda penerus bangsa dan Negara. Tentunya merekalah yang kita harapkan agar Indonesia mempunyai penerus yang cerdas dan berprestasi sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Besar kiranya hal itu juga akan berpengaruh terhadap generasi anak-anak yang masih belum remaja untuk dapat bertumbuhkembang sesuai dengan apa yang kita harapkan di masa depan. Untuk menciptkan suatu hal yang besar selalu dimulai dengan melalukan tindakan kecil. Kenali potensi pada remaja, bantu mereka mencapai hal tersebut, maka kita sudah satu langkah lebih siap dalam memerangi narkoba yang berusaha merusak generasi muda kita.






Daftar Pustaka

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Grahamedia Widiasarana

Wibowo, Hary. 2007. Fortune Fovor the Ready. Bandung: OASE Mata Air Makna

Sofyan, Wilis. 2005. Kenakalan Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta

Afni N.N.M  Purwani Dewi., & Hendro Prabowo. 2013. Hubungan Antara Dukungan Sosial  Dengan Kualitas Hidup Pada Pecandu Narkoba  Yang Sedang Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Proceeding Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil. Vol. 5 Oktober 2013 No.1:116-122

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, 1997, Asa Mandiri. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009, Asa Mandiri. Jakarta



Rabu, 22 Februari 2017

Foto Selfie Apakah Gejala Gangguan Kejiwaan…???



Foto Selfie Apakah Gejala Gangguan Kejiwaan…???

Swafoto atau foto narsisis (bahasa Inggris: selfie) adalah jenis foto potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital atau kamera hp atau perangkat lain. Foto narsisis sering dikaitkan dengan narsisisme, terutama dalam jejaring sosial. Di industri hiburan Korea, istilah yang digunakan adalah selca (singkatan untuk self camera). Pose yang digunakan umumnya bersifat kasual, dan diambil dengan menggunakan kamera yang diarahkan ke diri sendiri, atau bisa juga melalui cermin. Objek foto ini biasanya hanya si fotografer atau beberapa orang yang bisa dijangkau oleh fokus kamera. Foto narsisis yang melibatkan beberapa orang disebut dengan "foto narsisis kelompok"
Pada tahun 2013, kata selfie secara resmi tercantum dalam Oxford English Dictionary versi daring, dan bulan November 2013, Oxford Dictionary menobatkan kata ini sebagai Word of the Year tahun 2013, menyatakan bahwa kata ini berasal dari Australia
Selfie adalah hal yang wajar. Namun, bila dilakukan dengan intens sampai mengganggu kehidupan sehari-hari, selfie bisa digolongkan dalam gangguan kejiwaan. Dalam ilmu psychology, gangguan itu dikenal dengan narcissistic personality disorder atau gangguan narsisme.
“Selfie yang sudah masuk pada tahap gangguan (kejiwaan), perilaku tersebut telah mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Pendidikan terganggu, pekerjaan terganggu, setiap kehidupan akan terganggu. Gangguan narsisme atau yang dalam istilah ilmiah disebut Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan psikologis ketika seseorang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi untuk kepentingan pribadinya dan juga rasa ingin dikagumi. Gangguan narsisme termasuk salah satu dari tipe penyakit kepribadian. Seseorang yang menderita gangguan ini biasanya diiringi juga dengan pribadi yang emosional, lebih banyak berpura-pura, sombong, antisosial dan terlalu mendramatisir sesuatu.
Pada saat yang sama, penderita gangguan narsisme juga memiliki kesulitan menerima kritik. Mereka cenderung bereaksi negatif, seperti marah, menghina, atau mencoba meremehkan orang lain untuk membuat dirinya tampak lebih unggul. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) gejala gangguan narsisme :
1. Memiliki rasa percaya diri yang berlebihan
2. Mengharap diakui sebagai superior bahkan tanpa prestasi yang menjamin itu
3. Melebih-lebihkan prestasi dan bakat
4. Sibuk dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau pasangan yang sempurna
5. Percaya bahwa dirinya lebih unggul dan hanya dapat dipahami oleh atau asosiasi dengan orang-orang khusus
6. Membutuhkan rasa kagum yang konstan
7. Mengharapkan bantuan khusus
8. Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan
9. Memiliki ketidakmampuan untuk mengenali kebutuhan dan perasaan orang lain
10. Iri kepada orang lain dan percaya bahwa orang lain iri padanya
11. Berperilaku dengan cara yang arogan atau sombong

Jika anda termasuk dalam indikasi gangguan Narcissistic Personality Disorder (NPD) segera hubungi psikolog terdekat di kota anda

Ditulis dari berbagai sumber