Variabel X dan Y
hal yang saling berkaitan namun tidak punya persamaan, tetapi kenapa setiap peneliti tertarik untuk menguji keterkaitannya baik berupa hubungan maupun pengaruh secara signifikan maupun tidak signifikan, keberhasilan penelitian tidak mesti diukur berdasarkan signifikan atau tidak tetapi bisa jadi dilihat dari seberapa maksimal proses yang dilakukan. seperti halnya sebuah cerita cinta satu pasangan, mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka mencoba untuk saling mencocokkan satu sama lain di mulai dari kesukaan, hobi, aktivitas, dan lain sebagainya. Terkadang dalam proses ini disebut masa-masa keindahan karena saling mengadaptasi perilaku dan karakter, mencari latar belakang pasangan,bahkan menceritakan fenomena kenapa mereka bisa bertemu sedekat itu. berbagai hal yang dilalui hingga pasangan ini menemukan jawaban sementara atas pencarian ke pasangannya, mereka merumuskan tujuan hubungannya mau dibawah kemana, apa aja yang akan dilakukan, mereka akan melihat apa manfaat hubungan mereka. sesekali mereka membandingkan masa lalunya, yaitu orang yang pernah singgah dalam hatinya biasa juga disebut mantan.
Asman Mansur
Minggu, 09 Desember 2018
Minggu, 08 Juli 2018
Essay PCTA Fakultas Psikologi Untag Samarinda
Mengenali Potensi Diri Lewat
Bimbingan Pribadi Sebagai Langkah Awal Pencegahan Penggunaan Napza Pada Anak Remaja
Oleh
Fahris Setianto & Asman Mansur
Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya merupakan singkatan dari NAPZA yaitu zat
kimia yang apabila masuk kedalam tubuh manusia dengan berbagai cara seperti
dihisap, dihirup, diminum atau disuntikkan dapat berpengaruh pada pikiran,
emosi, dan tindakan (Lumbantobing, 2007). Seiring dengan kemajuan tekhnologi
dan semakin bervariasinya tuntutan hidup dalam masyarakat, tindak pidana
narkotika kini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja tetapi juga
dilakukan oleh para remaja sampai anak-anak (Dariyo, 2004:30). Dampak dari penyalahgunaan NAPZA sendiri
tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahgunanya saja,
namun juga masa depan bangsa dan negara.
Dikatakan
bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda penyalahgunaan narkoba yang sangat serius.
Penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja kian terus berkembang di masyarakat.
Pasalnya, usia remaja merupakan masa dimana anak-anak memiliki karakteristik
sifat yang dinamis, energik, selalu ingin tahu dan ingin mencoba. Mereka juga
mudah tergoda dan mudah putus asa sehingga sangat rentan jatuh pada masalah
penyalahgunaan NAPZA. Hal ini merupakan suatu
masalah yang kompleks karena sangat erat pula kaitannya pada faktor sosial dan
medis bagi penggunanya. Kalangan pelajar yang berada pada kelompok usia remaja
memiliki emosi yang masih labil sehingga sangat rentan untuk menyalahgunakan
NAPZA. Hal tersebut bisa dikarenakan beberapa hal antara lain rasa ingin tahu
yang sangat besar, ikut-ikutan teman, rasa solidaritas grup yang kuat sampai
dengan faktor keluarga yang kurang perhatian. Anak remaja biasanya memiliki
keinginan untuk mencari tahu sesuatu yang tidak diketahuinya (Simangunsong,
2015). Namun sayangnya, rasa keingin tahuan tersebut lebih sering mengarah pada
hal yang negatif.
Masa
remaja merupakan transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini,
seseorang tidak mau dianggap sebagai anak-anak oleh lingkungan sekitar. Namun,
jika dilihat secara fisik, psikologi, serta mental belum Nampak tanda-tanda
kedewasaan yang sesungguhnya (Razak dan Sayuti, 2006). Menurut Wilis (2008),
masa ini rentan terhadap adanya kenakalan remaja yang bertentangan dengan
hukum, nilai maupun norma yang ada di masyarakat sehingga dapat merugikan
dirinya sendiri serta orang lain. Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah
pengunaan NAPZA.
Wilis
(2008) menjelaskan bahwa pelajar yang sering bergaul di luar rumah tanpa mental
yang kuat akan mudah untuk menyalahgunakan NAPZA karena teman-teman
penyalahguna lain maupun pengedar yang sangat mahir untuk membujuknya. Pelajar
yang telah mengalami ketergantungan terhadap NAPZA akan bergantung oleh zat
yang dimiliki pengedar sehingga dapat pula pelajar tersebut juga membantu
mengedarkan.
Menurut
UNDCP ( United Nation Drugs Control
Program ) lebih dari 200 juta penduduk dunia usia 15 sampai 64 tahun telah
menyalahgunakan narkoba dan telah terjadi peningkatan penyalahgunaan narkoba
dari akhir tahun 1990-an hingga tahun 2003 dan 2004. Pada akhir tahun 1990-an
terdapat 144,1 juta penduduk dunia usia 15 sampai 64 tahun yang menyalahgunakan
narkoba, pada tahun 2001 dan 2002 meningkat menjadi 146,2 juta dan pada tahun
2003 dan 2004 mencapai 160,1 juta penduduk dunia.
Berdasarkan
temuan Tim Kelompok Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, Departemen Pendidikan
Nasional. Dari jumlah pengguna, sebanyak 70 persen merupakan warga usia 14
sampai 20 tahun yang merupakan anak usia sekolah (www.kompas.com:
2 februari 2009). “Angka itu menunjukan persentase pengguna narkoba di kalangan
usia sekolah mencapai empat persen dari seluruh pelajar di Indonesia,” kata
Muchlis Catio, kepala sub Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Adapun hasil pantauan
Badan Narkotika Nasional kerjasama LPM UI Jakarta tahun 2004 menunjukan korban
penyalahgunaan di Indonesia sebanyak 3.2 juta jiwa. Bahkan lebih
mengkhawatirkan lagi jumlah pelajar yang menggunakan narkoba di Indonesia tahun
2006 mencapai 15.662 anak, yaitu tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak
3.543 anak dan SMA sebanyak 10.326 anak (Hikmat, 2007)
Angka
penyalahguna narkoba di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 3,8 juta
sampai 4,1 juta orang pada kelompok usia10-59 tahun. Di tahun 2014 diperkirakan
jumlah penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi 5 juta orang pada tahun 2020.
Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki peringkat
teratas dalam peredaran narkotika (BNN, 2015).
Sebagian
besar penyalahgunaan NAPZA disebabkan oleh kondisi sosial psikologi yang
membutuhkan pengakuan identitas terhadap dirinya. Masa remaja awal (14-16
tahun) dan remaja tengah (17-18 tahun) umumnya belum menemukan jati dirinya,
sedangkan masa remaja akhir (>18 tahun). Mereka merasa sudah cukup dewasa
dan mampu untuk mandiri namun di sisi lain belum mampu mempertanggung jawabkan
tindakannya (Siregar,2004).
Untuk
menghindari hal tersebut. Para anak-anak yang sedang memasuki usia remaja harus
dengan cepat diarahkan untuk mengenal tentang dirinya sendiri lebih jauh serta
potensi apa yang mereka miliki di dalam dirinya. Upaya orang tua, guru di
sekolah, menjadi peranan yang sangat penting dalam pencapaian remaja mencari
jati diri mereka lewat potensi yang mereka miliki sehingga mereka mampu
menerima dirinya sendiri serta lingkungannya secara positif dan dinamis, dan
mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab di setiap tindakannya,
mengembangkan serta mewujudkan diri secara efektif dan produktif, sesuai dengan
peranan yang diinginkan di masa depan (Tohirin, 2007:26). Masalah utama yang
akan dihadapi yaitu, remaja cenderung memiliki sikap kurang percaya diri dan
penuh keragu-raguan dalam memilih karier di masa depan, pesimis menjalani
kehidupan di masa depan dan tidak yakin dengan apa yang akan diperoleh di masa
yang akan datang. Sehingga ketika mengembangkan diri, bukan didasarkan atas
minat pribadi melainkan ikut-ikutan teman sebayanya,sehingga mereka tidak
berhasil dalam proses belajar, baik sosial maupun akademik (Budiyono, 2005).
Agar
tidak terjadinya penyimpangan tingkah laku terhadap remaja, khususnya di
sekolah. Maka perlu adanya kurikulum
yang memasukkan materi tentang tuntutan masyarakat secara global,dan mendorong terwujudnya cita-cita siswa sendiri
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Bimbingan pribadi-sosial dapat
menjadi salah satu solusi untuk membantu para remaja memecahkan masalah-masalah
pribadi-sosial dalam diri remaja. Yang tergolong dalam masalah pribadi-sosial
adalah masalah hubungan dengan sesame teman, pemahaman sifat dan kemampuan
diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat
mereka tinggal, dan penyelesaian konflik (Syamsu Yusuf, A. Juntika, 2010:11).
Bimbingan pribadi-sosial dapat menjadi langkah awal mengembangkan sikap, jiwa dan
tingkah laku pribadi dalam kehidupan kemasyarakatan dari lingkungan yang besar
(Negara dan masyarakat dunia) yang bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan
bangsa tidak hanya dari segi kognitif, melainkan dari segi kehidupan (Bimo
Walgito,1986:49).
Tidak
hanya terbatas pada lingkup sekolah. Orang tua dirumah pun juga harus turut
adil mengenai masalah ini. Mereka dituntut untuk menangani anak-anaknya dalam
menyiapkan pondasi masa depan mereka agar tidak terjerumus pada hal-hal
negatif. Besar pengaruhnya, pengembangandiri pada anak dimulai dari keluarga
dengan cara memperhatikan, mengawasi, serta meyalurkan bakat dan minat anak
kearah yang positif, serta memberikan kepercayaan pada anak dalam batas-batas
toleransi. Membangun komunikasi positif terhadap anak, mampu menjadi tempat
menerima dan menumpahkan persoalan yang dihadapi anak mereka. Arahkan mereka
selalu pada pilihan yang sehat dan positif. Seperti berolahraga, membuat
kerajinan tangan, mengerjakan hobi dan bentuk kreasi lainnya. Semakin sering
kegiatan positif yang dilakukan oleh remaja di kesehariannya, maka
kecenderungan dalalm melakukan tindakan negatif akan semakin berkurang.
Hery
(2007) menjelaskan bahwa minimal ada empat kategori potensi yang terdapat dalam
diri manusia sejak lahir yaitu, potensi otak, emosi, fsik, dan spiritual. Semua
potensi ini dapat dikembangkan pada tingkat yang tidak terbatas. Pada kasus
yang terjadi sekarang, para remaja dituntut untuk mengasah potensi berpikir
mereka. Kenali sesuatu yang baik dan buruk yang ada di dalam diri mereka,
belajar informasi-informasi baru untuk memperdalam apa yang sudah mereka miliki
sehingga bisa semakin dikembangkan, serta menghasilkan pemikiran baru yang
inovatif dan kreatif. Potensi emosi kiranya juga penting untuk dimiliki oleh
remaja. Dewasa kini, banyak sekali kita lihat ketidakpedulian remaja terhadap
lingkungan di sekitarnya. Bahkan tidak jarang diantara para remaja yang ada di
sekolah merusak fasilitas yang ada. Potensi emosi yang dikembangkan akan
membuat para remaja menjadi lebih aware terhadap
sekitarnya. Adapun dari segi fisik yang dapat kita lihat, adakalanya para
remaja memiliki potensi yang luar biasa untuk membuat gerakan fisik yang
efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh. Akan sangat
disayangkan apabilan hal tersebut tidak segera disadari oleh orang tua dan guru
dan tidak difasilitasi dengan layak. Kemudian yang terakhir ada potensi sosial
dalam diri remaja yang dimana mereka memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan
mempengaruhi teman orang lain, khususnya teman sebayanya.
Hal
ini lah yang nantinya akan menjadi tolak ukur akan mengarah kemana tindakan
para remaja nantinya. Dari poin-poin diatas, penting kiranya untuk membantu para
remaja mengenali potensi mereka sejak dini. Sebagai generasi muda penerus bangsa
dan Negara. Tentunya merekalah yang kita harapkan agar Indonesia mempunyai
penerus yang cerdas dan berprestasi sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Besar
kiranya hal itu juga akan berpengaruh terhadap generasi anak-anak yang masih
belum remaja untuk dapat bertumbuhkembang sesuai dengan apa yang kita harapkan
di masa depan. Untuk menciptkan suatu hal yang besar selalu dimulai dengan
melalukan tindakan kecil. Kenali potensi pada remaja, bantu mereka mencapai hal
tersebut, maka kita sudah satu langkah lebih siap dalam memerangi narkoba yang
berusaha merusak generasi muda kita.
Daftar Pustaka
Dariyo, Agoes.
2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda.
Jakarta: PT Grahamedia Widiasarana
Wibowo, Hary.
2007. Fortune Fovor the Ready.
Bandung: OASE Mata Air Makna
Sofyan, Wilis.
2005. Kenakalan Remaja dan Masalahnya.
Bandung: Alfabeta
Afni N.N.M Purwani Dewi., & Hendro Prabowo. 2013.
Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Kualitas Hidup Pada Pecandu Narkoba Yang
Sedang Menjalani Rehabilitasi. Jurnal
Proceeding Psikologi, Ekonomi, Sastra,
Arsitektur & Teknik Sipil. Vol. 5 Oktober 2013 No.1:116-122
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, 1997, Asa Mandiri.
Jakarta.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009, Asa Mandiri.
Jakarta
Senin, 18 Desember 2017
https://drive.google.com/file/d/1XGhUX7I--1Q6t5KU9AX65IJnrpZWqYGE/view?usp=sharing
https://drive.google.com/file/d/1XGhUX7I--1Q6t5KU9AX65IJnrpZWqYGE/view?usp=sharing
Rabu, 22 Februari 2017
Foto Selfie Apakah Gejala Gangguan Kejiwaan…???
Foto
Selfie Apakah Gejala Gangguan Kejiwaan…???
Swafoto atau foto narsisis
(bahasa Inggris: selfie) adalah jenis foto potret diri yang diambil
sendiri dengan menggunakan kamera digital atau kamera hp atau perangkat lain.
Foto narsisis sering dikaitkan dengan narsisisme, terutama dalam jejaring
sosial. Di industri hiburan Korea, istilah yang digunakan adalah selca
(singkatan untuk self camera). Pose yang digunakan umumnya bersifat
kasual, dan diambil dengan menggunakan kamera yang diarahkan ke diri sendiri,
atau bisa juga melalui cermin. Objek foto ini biasanya hanya si fotografer atau
beberapa orang yang bisa dijangkau oleh fokus kamera. Foto narsisis yang
melibatkan beberapa orang disebut dengan "foto narsisis kelompok"
Pada tahun 2013, kata selfie
secara resmi tercantum dalam Oxford English Dictionary versi daring, dan bulan
November 2013, Oxford Dictionary menobatkan kata ini sebagai Word of the
Year tahun 2013, menyatakan bahwa kata ini berasal dari Australia
Selfie
adalah hal yang wajar. Namun, bila dilakukan dengan intens sampai mengganggu
kehidupan sehari-hari, selfie bisa digolongkan dalam gangguan kejiwaan. Dalam
ilmu psychology, gangguan itu
dikenal dengan narcissistic personality disorder atau gangguan narsisme.
“Selfie yang sudah masuk pada tahap gangguan (kejiwaan), perilaku tersebut telah mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Pendidikan terganggu, pekerjaan terganggu, setiap kehidupan akan terganggu. Gangguan narsisme atau yang dalam istilah ilmiah disebut Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan psikologis ketika seseorang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi untuk kepentingan pribadinya dan juga rasa ingin dikagumi. Gangguan narsisme termasuk salah satu dari tipe penyakit kepribadian. Seseorang yang menderita gangguan ini biasanya diiringi juga dengan pribadi yang emosional, lebih banyak berpura-pura, sombong, antisosial dan terlalu mendramatisir sesuatu.
Pada saat yang sama, penderita gangguan narsisme juga memiliki kesulitan menerima kritik. Mereka cenderung bereaksi negatif, seperti marah, menghina, atau mencoba meremehkan orang lain untuk membuat dirinya tampak lebih unggul. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) gejala gangguan narsisme :
1. Memiliki rasa percaya diri yang berlebihan
2. Mengharap diakui sebagai superior bahkan tanpa prestasi yang menjamin itu
3. Melebih-lebihkan prestasi dan bakat
4. Sibuk dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau pasangan yang sempurna
5. Percaya bahwa dirinya lebih unggul dan hanya dapat dipahami oleh atau asosiasi dengan orang-orang khusus
6. Membutuhkan rasa kagum yang konstan
7. Mengharapkan bantuan khusus
8. Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan
9. Memiliki ketidakmampuan untuk mengenali kebutuhan dan perasaan orang lain
10. Iri kepada orang lain dan percaya bahwa orang lain iri padanya
11. Berperilaku dengan cara yang arogan atau sombong
“Selfie yang sudah masuk pada tahap gangguan (kejiwaan), perilaku tersebut telah mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Pendidikan terganggu, pekerjaan terganggu, setiap kehidupan akan terganggu. Gangguan narsisme atau yang dalam istilah ilmiah disebut Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan psikologis ketika seseorang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi untuk kepentingan pribadinya dan juga rasa ingin dikagumi. Gangguan narsisme termasuk salah satu dari tipe penyakit kepribadian. Seseorang yang menderita gangguan ini biasanya diiringi juga dengan pribadi yang emosional, lebih banyak berpura-pura, sombong, antisosial dan terlalu mendramatisir sesuatu.
Pada saat yang sama, penderita gangguan narsisme juga memiliki kesulitan menerima kritik. Mereka cenderung bereaksi negatif, seperti marah, menghina, atau mencoba meremehkan orang lain untuk membuat dirinya tampak lebih unggul. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) gejala gangguan narsisme :
1. Memiliki rasa percaya diri yang berlebihan
2. Mengharap diakui sebagai superior bahkan tanpa prestasi yang menjamin itu
3. Melebih-lebihkan prestasi dan bakat
4. Sibuk dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau pasangan yang sempurna
5. Percaya bahwa dirinya lebih unggul dan hanya dapat dipahami oleh atau asosiasi dengan orang-orang khusus
6. Membutuhkan rasa kagum yang konstan
7. Mengharapkan bantuan khusus
8. Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan
9. Memiliki ketidakmampuan untuk mengenali kebutuhan dan perasaan orang lain
10. Iri kepada orang lain dan percaya bahwa orang lain iri padanya
11. Berperilaku dengan cara yang arogan atau sombong
Jika
anda termasuk dalam indikasi gangguan Narcissistic Personality Disorder (NPD) segera hubungi psikolog terdekat
di kota anda
Ditulis dari
berbagai sumber
Rabu, 20 April 2016
Langganan:
Postingan (Atom)